Friday 23 February 2018

Bolehkah Aku Merusak Mimpimu?


“Ambil dan pilih saja salah satu dari temanmu untuk menikah.” kata ibu untuk yang kesekian kalinya. 

Teman tapi menikah, katanya.

Haha

Bu, yang mengatakan aku hebat, kuat, dan mengagumkan memanglah banyak. Namun, tak ada yang berani mengambil risiko untuk hidup denganku, aku yang kelak hidupnya bisa lebih menegangkan dari roller coaster terseram manapun di dunia ini.

Siapa yang dengan senang hati dan ikhlas menghancurkan mimpinya untuk memiliki anak biologis?

Siapa yang selow saja mau memilih pasangan WHO CAN’T GIVE A BIRTH AND SICK sementara dia bisa memilih yang normal di luar sana?

Siapa yang dengan tegas mau mengambil risiko hidup tak sama seperti keluarga lainnya? Dipandang aneh, dianggap bodoh dan tolol, dicemooh, bahkan bisa dikucilkan oleh keluarga besarnya.

Si petualang sekalipun, yang telah banyak menaklukkan berbagai perjalanannya, bahkan telah berkeliling ke berbagai belahan bumi ini, belum tentu sanggup mengambil risiko untuk hidup denganku. Petualangan hidupku berisiko, bu. Seram.

Perjalanan menemukan jodohku sama halnya dengan mencari jarum di tumpukan jerami, bu. Ia InsyaAllah ada, walaupun membutuhkan waktu yang agak lama dan penuh kesabaran untuk menemukannya.

Aku bukan berputus asa, bu. Hanya saja terkadang aku merasa jahat menghancurkan mimpi dia yang berangan memiliki keluarga kecil bahagia, yang berarti memiliki anak-anak biologis dan pasangan yang sehat.

Aku takut menghancurkan mimpi orang, bu.

Kamu,  sudikah merombak impianmu? 

Wednesday 14 February 2018

Awal 2018 yang Greget (2)

Today adalah sebuah tomorrow dari kemarin.
Jadi,  be better setiap hari. 😆
Be better nomor wahid yg harus saya perjuangkan di 2018: me-muthmainnah-kan muthmainnah.

Ku rasa tak ada yg berubah dari sisi emosional  pasca operasi mei 2016, setelah senyum optimisku di depan dokter yg perkataannya gak sesejuk ruangannya.
Ku masih  sering ketawa ngakak sampai keluar airmata dan air lainnya.
Ku tetap malu-maluin.
Gak ada  yg berubah lah  pokoknya.

Lalu, awal 2018, seminggu yg lalu,  barulah ku sadari bahwa  ada  yg  luput dari  evaluasi.
Ada satu yg terlewati.
Hal yg selama ini ku anggap lumrah, hanya dianggap sebagai mood swing.
Cara marahku semakin meningkat. 😨
Ku teriak sampai tenggorokan perih,  suara  menggigil karena saking marahnya, sembari menahan  tangis karena  saking kesalnya.  Suhu  badan mendadak  dingin,  rambut di kepala rasa berdiri bak di film dragon ball (siapalah  namanya yg  rambut warna kuning saat berubah, sun go  kong?). Dan yg tak kalah penting,  tangan gemetar pengen namparrr.
Itu terjadi dalam kondisi ada lawan bicara.

Laki-laki.
Lebih  tua.
Ngomongnya sombong astaghfirullah.
Pokoknya semua ucapannya berisi keangkuhan doang 😓
Yg  benar tu cuma dia  aja, yg lain salah, yg  lain tu  bodoh dan miskin. *yg lain refers to saya. wkwkwk *
Dia tetangga yg punya grosir di seberang jalan, di  sekitar  toko.
Yang mulut kami udah  berbusa-busa ngomong ke dia agar  gak  parkir di depan toko orang lain.
*orang lain  refers to kami*.
Mobilnya mahal,  paling bagus,  bayar pajak 4 juta. suka-suka dialah mau  parkir dimana aja apalagi kalau cuma di bahu jalan umum walaupun itu di gerbang mau  masuk ke toko orang lain. orang yg baru seumur jagung ngontrak toko, dan  itupun cuma over contract,  macam  kami ini gak boleh sok berkuasa larang-larang dia.

Lalu,  karena kendaraan pelanggan kami gak bisa terbang untuk men-skip mobil mahal tetangga itu yg parkir di gerbang masuk toko kami,  maka adik saya nyari akal utk ngusir mobil itu.

Tau soda  api?
Haha.
Kami  bertanggung jawab!
Ngaku & bayar sekian juta.

"Lu norak!  Gitu  doang  emosi akut. Mau  cepet mati?" kata adik saya. 😅

Oke, saya  akan  be better, jadi muthmainnah sejati 💪